Pemikiran Nietzsche tentang Konsep Manusia & Kuasa

Faiz Badridduja
4 min readJul 17, 2022

--

https://i5.walmartimages.com/asr/07f7dd60-5bab-403e-b363-c48cd9fee6bb_1.fb4b4d6ed440d5840830213643e2b11c.jpeg

Antropologi Nietzsche

Background pemikiran Nietzsche mengenai antropologi dapat dilihat dari Kristianisme. Pada abad pertengahan, Kristianisme merupakan asal dari kebobrokan budaya Eropa yang telah menanamkan suatu jenis kebudayaan yang bertentangan dengan kodrat manusia dan mempertahankannya hingga berabad-abad.

Nietzsche melihat bahwa kebodohan ini yang tidak bisa diampuni bagi manusia yang mau menjalani kehidupan dalam penuh dosa dan oleh karenanya harus diobati. Kepercayaan terhadap yang transenden bagi Nietzsche menunjukkan sikap yang lemah, yang segan mengejar kebenaran sampai tuntas.[1].

Bagi Nietzsche, manusia itu sesungguhnya adalah badan dan tidak lebih dari itu. Badanlah aku untuk selama-lamanya dan tidak lebih. Manusia adalah makhluk yang berbadan seperti yang kita saksikan sehari-hari. Seorang manusia yang tidak mau memperhatikan atau menganggap rendah badannya, apalagi selalu meremehkan atau menyiksa dirinya agar menjadi lemah dan sakit, bagi Nietzsche manusia itu berarti menjauhkan diri dari kehidupan nyata, kehidupan yang bermakna dan sesungguhnya.

Bahkan di dalam kebodohan dan penghinaan, kalian masing-masing mengabdi pada diri sendiri, kalian penghina badan. Aku katakan padamu, hakikat dirimu ingin mati dan melarikan diri dari kehidupan. Manusia yang demikian bagi Nietzsche berarti menutup jalan atau kesempatan untuk mencapai manusia agung. Aku tidak mau mengikuti caramu para penghina badan. Kalian bukan jembatan-jembatan untukku menuju ke manusia agung.

Menurut Nietzsche badan manusia mempunyai arti yang sangat penting dalam kehidupan. Percaya pada badan lebih mendasar dari pada percaya pada jiwa. Manusia adalah makhluk yang berbadan dan berkat badan ia mampu menjalankan dirinya serta menentukan tujuan dan arah hidupnya. Manusia sebagai makhluk hidup secara esensial mampu menyempurnakan dirinya, mampu bergerak sendiri untuk tumbuh dan mengembangkan dirinya.

Setiap penyempurnaan manusia tidak dapat dipisahkan dari penyempurnaan badannya. Badan manusia bertumbuh mulai dari kecil menjadi besar dan ia hanya bisa berkembang sebagai manusia jika badannya memungkinkan.

Nietzsche membagi dua tipe manusia, yaitu manusia yang kuat dan manusia yang lemah, yang sehat dan yang sakit. Baginya, pengertian kuat dan lemah, sehat dan sakit dapat dibedakan di dalam bentuk penderitaan yang dialami dan dirasakan oleh manusia dalam hidupnya.

Kedua tipe manusia menurut Nietzsche selalu akan mengalami penderitaan, sekalipun dengan akibat yang berbeda-beda. Setiap manusia yang lemah atau sakit, akan menderita dalam kehidupan karena kegetiran hidup yang ia alami dan hadapi sehari-hari. Ia menderita keinginan untuk dihargai dan tidak menemukan keinginannya. Sebaliknya manusia yang sehat dan kuat pun akan menderita karena kelimpahan hidupnya.

Kehendak Untuk Berkuasa

Menurut Walter Kaufmann, Nietzsche pertama-tama bicara tentang ‘kehendak untuk berkuasa’ dalam bab ‘Seribu satu tujuan’.[2] Kehendak berkuasa bukan kehendak dalam arti psikologis, bukan kuasa dalam arti sosiologis, melainkan istilah ini menunjukkan peng-iya-an diri atas hidup. Peng-iya-an diri mencakup negasi diri, tidak demi negasi itu sendiri melainkan demi peng-iya-an yang sebesar mungkin yaitu kekuasaan.

Dalam hal ini Nietzsche tidak mempergunakan istilah kehendak untuk bereksistensi, juga tidak kehendak untuk hidup seperti pada Schopenhauer melainkan kehendak untuk berkuasa. Menurut Frederck Copleston, Nietzsche menyamakan kehendak untuk berkuasa dengan kehidupan. Tetapi tidak boleh dilupakan bahwa ia sendiri mengungkapkan prinsip ini sebagai hipotesa saja.

Dalam sejarah kehidupan nyata manusia kehendak untuk berkuasa ini merupakan daya pendorong hidup yang universal yang terdapat dalam diri manusia. Manusia tidak dapat mempunyai kehendak. Kehendak untuk berkuasa menurut Nietzsche adalah suatu kecondongan umum yang ditemukan dalam semua manusia. Manusia adalah makhluk yang secara esensial berkehendak untuk berkuasa. Ia merupakan dasar dan ukuran daripada tingkah laku manusia. Tetapi sering terjadi bahwa daya pendorong hidup menampakkan diri sebagai roh, karena orang merasa terlalu lemah untuk melampiaskan nafsunya.

Kehendak berkuasa memasuki semua bidang kehidupan manusia dalam bentuk kesadaran hidup, dalam memperjuangkan kebenaran, nilai-nilai agama, kebudayaan dan lain-lain. Kehendak berkuasa tidak hanya menjadi ukuran dan tingkah laku manusia tetapi seluruh dunia dijiwainya. Kehendak untuk berkuasa bahkan merupakan kenyataan yang benar akan dunia ini. Bagi Nietzsche segala sesuatu harus diredusir sebagai kehendak menuju kekuasaan belaka, bukan suatu kekuasaan yang supernatural.[3]

Konsep Kuasa Perspektif Nietzsche

Dalam hubungan dengan sesama manusia kekuasaan mempunyai arti dan kedudukan sentral bagi Nietzsche. Kekuasaan dianggap sebagai kemampuan seseorang untuk mempengaruhi tingkah laku orang lain sedemikian rupa sehingga tingkah laku orang yang dipengaruhi menjadi sesuai dengan keinginan dari yang mempunyai kekuasaan. Ada banyak pandangan yang berbeda mengenai kekuasaan akan tetapi satu hal yang perlu diperhatikan yaitu bahwa kekuasaan dianggap sebagai kemampuan manusia untuk merealisasi segala keinginan atau kehendak manusia dan untuk itu perlu kiranya dipelajari dengan sungguh-sungguh.

Nietzsche menolak adanya kesamaan hak dan kewajiban karena menolak terciptanya manusia agung. Dengan demikian, manusia yang lemah harus menyerah kalau tidak maka ia harus dikalahkan dengan jalan perang dan penaklukan. Manusia yang hidup dalam suatu negara atau suatu masyarakat harus dipimpin oleh seorang yang kuat, berani dan agung.[4]

Referensi

1. Chairul Arifin, Kehendak Untuk Berkuasa, Erlangga, Jakarta, 1987, 14–15.

2. Nietzsche, Zarathustra, Yayasan Bentang Budaya, Yoyakarta, 1997, 127–131

3. Chairul Arifin, Kehendak Untuk Berkuasa, 30–31.

4. Chairul Arifin, Kehendak Untuk Berkuasa, 47–48

--

--

Faiz Badridduja

a writer but beginner, too much into books, just trying to be better person than before. | IG & Twitter : @the_faizian